Daftar Blog Saya

Selasa, 21 Februari 2012

laporan pendahuluan abortus

A. Definisi

Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup di luar kandungan.
(Sarwono, P. 2002)
Berakhirnya kehamilan sebelum anak dapat hidup di dunia luar disebut abortus. Anak baru mungkin hidup di dunia luar kalau beratnya telah mencapai 1000 gram atau umur kehamilan 28 minggu. Ada juga yang mengambil sebagai batas untuk abortus berat anak yang kurang dari 500 gram. Jika anak yang lahir beratnya antara 500 dan 999 gram disebut partus immaturus.
(Fakultas Kedokteran UNPAD)
Abortus dapat dibagi menjadi sebagai berikut:
1.      Abortus spontan (terjadi dengan sendiri, keguguran); merupakan kurang lebih 20% dari semua abortus.
2.      Abortus provokatus (disengaja, digugurkan); 80% dari semua abortus.
a)      Abortus provokatus artificialis atau abortus terapeutikus
Abortus provokatus artificialis adalah pengguran kehamilan, biasanya dengan alat-alat dengan alasan bahwa kehamilan membahayakan membawa maut bagi ibu, misalnya karena ibu berpenyakit berat.
Abortus provokatus pada hamil muda dibawah 12 minggu dapat dilakukan dengan pemberian prostaglandin atau kuretase dengan penyedotan (vacum) atau dengan sendok kuret.
Pada hamil yang tua diatas 12 minggu dilakukan histerektomi, juga dapat disuntikkan garam hipertonis (20%) atau prostaglandin intra-amnial. Indikasi untuk abortus terapeutikus misalnya: penyakit jantung (jantung rheumatic), hipertensi esentialis, karsinoma serviks.

b)      Abortus provokatus kriminalis.
Abortus provokatus kriminalis adalah pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang syah dan dilarang oleh hukum.

Secara klinis masih ada istilah-istilah sebagai berikut:
1)      Abortus imminens (keguguran mengancam). Abortus baru mengancam dan masih ada harapan untuk mempertahankannya.
2)      Abortus incipiens (keguguran berlangsung). Abortus ini sudah berlangsung dan tidak dapat dicegah lagi.
3)      Abortus inkompletikus (keguguran tidak lengkap). Sebagian dari buah kehamilan telah dilahirkan tapi sebagian (biasanya jaringan plasenta masih tertinggal didalam rahim.
4)      Abortus kompletikus (keguguran lengkap). Seluruh buah kehamilan telah dilahirkan dengan lengkap.
5)      Missed abortion (keguguran tertunda). Missed abortion adalah keadaan dimana janin telah mati sebelum minggu ke-22, tetapi tertahan didalam rahim selama 2 bulan atau lebih setelah janin mati.
6)      Abortus habitualis (keguguran berulang-ulang). Ialah abortus yang telah berulang dan berturut-turut terjadi; sekurang-kurangnya tiga kali berturut-turut.


B.   Etiologi

Walaupun terjadinya abortus habitualis berturut-turut mungkin kebetulan, namun wajar untuk memikirkan adanya sebab dasar yang mengakibatkan peristiwa berulang ini. Sebab dasar ini dalam kurang lebih 40% tidak diketahui; yang diketahui, dapat dibagi dalam tiga golongan:
1.      Kelainan pada zigote
Agar bisa menjadi kehamilan, dan kehamilan itu dapat berlangsung terus dengan selamat, perlu adanya penyatuan antara spermatozoon yang normal dengan ovum yang normal pula.
Kelainan genetik pada suami atau istri dapat menjadi sebab kelainan pada zigote dengan akibat terjadinya abortus. Dapat dikatakan bahwa kelainan kromosomal yang dapat memegang peranan dalam abortus berturut-turut, jarang terdapat. Dalam hubungan ini dianjurkan untuk menetapkan kariotipe pasangan suami istri apabila terjadi sedikit-sedikitnya abortus berturut-turut tiga kali, atau janin yang dilahirkan menderita cacat.

2.      Gangguan fungsi endometrium yang menyebabkan gangguan implantasi ovum yang dibuahi dan gangguan dalam pertumbuhan mudigah.
Malfungsi endometrium yang mengganggu implantasi dan mengganggu      mudigah dalam pertumbuhannya.
Di bawah pengaruh estrogen, endometrium yang sebagian besar hilang pada waktu haid, timbul lagi sesudah itu, dan dipersiapkan untuk menerima dengan baik ovum yang dibuahi. Sesudah ovulasi glikogen yang terhimpun dalam sel-sel basal endometrium memasuki sel-sel dan lumen kelenjar-kelenjar dalam endometrium, untuk kelak dibawah pengaruh alkalin fosfatase diubah menjadi glukose. Di samping zat hidrat arang tersebut dibutuhkan pula protein, lemak, mineral, dan vitamin untuk pertumbuhan mudigah.
Faktor-faktor yang dapat mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan endometrium adalah :
a)      Kelainan hormonal
Pada wanita dengan abortus habitualis, dapat ditemukan bahwa fungsi glandula tiroidea kurang sempurna. Oleh sebab itu pemeriksaan fungsi tiroid pada wanita-wanita dengan abortus berulang perlu dilakukan; pemerikasaan ini hendaknya dilakukan diluar kehamilan. Selain itu gangguan fase luteal dapat menjadi sebab infertilitas dan abortus muda yang berulang. Gangguan fase luteal dapat menyebabkan disfungsi tuba dengan akibat transfor ovum terlalu cepat, motilitas uterus yang berlebihan dan kesukaran dalam nidasi karena endometrium tidak dipersiapkan dengan baik.
b)      Gangguan nutrisi
Penyakit-penyakit yang mengganggu persediaan zat-zat makanan untuk janin yang sedang tumbuh dapat menyebabkan abortus. Anemia yang berat, penyakit menahun dan lain-lain akan mempengaruhi gizi penderita.
c)      Penyakit infeksi
Penyakit infeksi menahun yang dapat menjadi sebab kegagalan kehamilan ialah luwes. Disebut pula mikoplasma hominis yang ditemukan di serviks uteri, vagina dan uretra. Penyakit infeksi akut dapat menyebabkan abortus yang berturut-turut.
d)     Kelainan imunologik
Inkomtabilitas golongan darah A, B, O, dengan reaksi antigen-antibodi dapat menyebabkan abortus berulang, karena pelepasan histamin mengakibatkan vasodilatasi dan peningkatan fragilitas kapiler. Inkomtabilitas karena Rh faktor dapat menyebabkan abortus berulang, tetapi hal itu biasanya menyebabkan gangguan pada kehamilan diatas 28 minggu.
e)      Faktor psikologis
Dibuktikan bahwa ada hubungan antara abortus berulang dan keadaan mental, akan tetapi sebelum terang sebab musababnya. Yang peka terhadap terjadinya abortus ialah wanita yang belum matang secara emosional dan sangat mengkhawatirkan risiko kehamilan; begitu pula wanita yang sehari-hari bergaul dalam dunia pria dan menganggap kehamilan sebagai suatu beban yang berat.
Dalam hal-hal tersebut diatas, peranan dokter untuk menyelamatkan kehamilan sangat penting. Usaha-usaha dokter untuk mendapatkan kepercayaan pasien, dan menerangkan segala sesuatu kepadanya, sangat membantu.

3.      Kelainan anatomik pada uterus yang dapat menghalangi berkembangnya janin didalamnya dengan sempurna.
Kelainan bawaan dapat menjadi sebab abortus habitualis, antara lain hipoplasia uterus, subseptus uterus bikornis dan sebagainya. Akan tetapi pada kelainan bawaan seperti uterus bikornis, sebagian besar kehamilan dapat berlangsung terus dengan baik. Walaupun pada abortus habitualis perlu diselidiki dengan histerosalpingografi, apakah ada kelainan bawaan, perlu diperiksa pula apakah tidak ada sebab lain dari abortus habitualis, sebelum menganggap kelainan bawaan uterus tersebut sebaga sebabnya.
Diantara kelainan-kelainan yang timbul pada wanita dewasa terdapat laserasi serviks uteri yang luas, tumor uterus khususnya mioma, dan serviks uteri yang inkompeten. Pada laserasi yang cukup luas, bagian bawah uterus tidak dapat memberi perlindungan pada janin dan dapat menjadi abortus, biasanya pada inkompeten; pada kehamilan 14 minggu atau lebih ostium uteri internum perlahan-lahan membuka tanpa menimbulkan rasa nyeri dan ketuban mulai menonjol. Jika keadaan dibiarkan, ketuban pecah dan terjadi abortus. Mioma uteri, khususnya berjenis sub mukus, dapat mengganggu implantasi ovum yang dibuahi atau pertumbuhannya didalam cavum uteri.


C.          Patofisiologi

pada awal abortus terjadilah pendarahan dalam desidua basalis, kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan sekitarnya, hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam uterus, keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya, pada kehamilan <8 minggu hasil konsepsi ini biasanya dikeluarkan seluruhnya karena vilis korealis belum menembus desidu lebih dalam. Sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. pada kehamilan >14 minggu umumnya yang dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian plasenta. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap. hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk ada kalanya kantong amniom kosong atau tampak didalam benda kecil tanpa bentuk yang jelas (Blighed ovum) mungkin pula janin telah mati lama (Missed abotion).

Hal lain terjadinya keguguran ialah mulai dari terlepasnya sebagian atau seluruh jaringan plasenta yang menyebabkan perdarahan sehingga janin kekurangan nutrisi dan O2 .bagian yang terlepas dianggap benda asing, sehingga rahim berusaha untuk mengeluarkan dengan kontraksi.
Pengeluaran tersebut dapat terjadi spontan seluruhnya atau sebagian masih tertinggal yang menyebabkan berbagai penyakit. Oleh karena itu, keguguran memberikan gejala umum sakit perut karena kontraksi rahim, terjadi perdarahan, dan disertai pengeluaran seluruh atau sebagian hasil konsepsi.
Bentuk perdarahan bervariasi diantaranya:
1.                   Sedikit-sedikit dan berlangsung lama
2.                   Sekaligus dalam jumlah yang besar dapat disertai gumpalan
3.                   Akibat perdarahan dapat menimbulkan syok, nadi meningkat, tekanan darah turun, tampak anemis dan daerah ujung (akral) dingin.

D.   Pathway






v  Dampak dari aborsi terbagi dua, yaitu secara fisik dan secara emosi.
Secara fisik, risiko – risiko tersebut termasuk :
• Rentan terjangkit infeksi akut dan / atau pendarahan;
• Kerusakan organ – organ dalam, seperti rahim, saluran vagina, dan saluran kencing;
• Infeksi yang membahayakan jiwa karena proses pelaksanaan aborsi ( perban yang tertinggal di dalam );
• Luka, yang bisa mengakibatkan kemandulan;
• Penyakit radang di sekitar pinggul yang mengakibatkan luka bisa mengakibatkan kemandulan;
• Serta banyak hal lain.
Ada pula banyak risiko emosi dan akibatnya seperti ;
• Perasaan bersalah;
• Kesedihan;
• Duka yang mendalam;
• Keinginan untuk bunuh diri;

E. Penatalaksanaan Kuretase
1.    Persiapan Sebelum Tindakan
a)      Pasien
1)      cairan dan selang infus sudah terpasang, perut bawah dan lipat paha sudah dibersihkan dengan air dan sabun.
2)      Uji fungsi dan kelengkapan peralatan resusitasi kardiopulmoner.
3)      Siapkan kain alas bokong dan penutup perut bawah.
4)      Medikamentosa
-          Analgetika (pethidin 1-2 mg/kg BB, ketamin HCI 0,5 mg/kg BB, tramadol 1-2 mg/kg BB)
-          Sedatifa (diazepan 10 mg)
-          Atropin sulfat 0,25-0,50 mg/kg
5)      Larutan antiseptik (povidon iodin 10%).
6)      Oksigen dengan regulator.
7)      Instrumen :
-          Cunam tampon: 1
-          Klem ovum (foersters/fenster clemp) lurus : 2
-          Sendok kuret pasca persalinan : 1
-          Spekulum sim’s atau L dan kateter karet : 2 dan 1
-          Tabung ml dan jarum suntik no 23 (sekali pakai) : 2

b)      Penolong (operator dan asisten)
1)      Baju kamar tindakan, apron, masker dan kacamata pelindung : 3 set
2)      Sarung tangan DTT/steril : 4 pasang
3)      Alas kaki (sepatu atau boot karet) : 3 pasang
4)      Instrumen :
-          Lampu sorot : 1
-          Mangkok logam : 2
-          Penampung udara dan jaringan : 1

2.    Tindakan
a)      Instruksikan asisten untuk memberikan sedative dan analgetik.
b)      Bila penderita tidak berkemih, lakukan kateterisasi (lihat prosedur kateteresasi).
c)      Setelah kandung kemih  dikosongkan, lakukan pemeriksaan bimanual. Tentukan besar uterus dan bukaan serviks.
d)     Bersihkan dan lakukan dekontaminasi sarung tangan dengan larutan klorin 0,5%.
e)      Pakai sarung tangan DTT/steril yang baru.
f)       Pasang spekulum sim’s atau L, masukkan bilahnya secara vertikal kemudian putar ke bawah.
g)      Pasang spekulum sim’s berikutnya dengan jalan memasukkan bilahnya secara vertikal kemudian putar dan tarik ke atas sehingga porsio tampak dengan jelas.
h)      Minta asisten untuk memegang spekulum atas dan bawah, pertahankan pada posisinya semula.
i)        Dengan cunam tampon, ambil kapas yang telah dibasahi dengan larutan antiseptik, kemudian bersihkan lumen vagina dan poriso. Buang kapas tersebut dalam tempat sampah yang tersedia, kembalikan cunam ke tempat semula.
j)        Ambil klem ovum yang lurus, jepit bagian atas porsio (perbatasan antara kuadran atas kiri dan kanan atau pada jam 12).
k)      Setelah porsio terpegang baik, lepaskan spekulum atas.
l)        Pegang gagang cunam dengan tangan kiri, ambil sendok kuret pasca persalinan dengan tangan kanan, pegang diantara ibu jari dan telunjuk (gagang sendok berada pada telapak tangan), kemudian masukkan hingga menyentuh fundus.
m)    Minta asisten untuk memegang klem ovum, letakkan telapak tangan pada bagian atas fundus uteri (sehingga penolong dapat merasakan tersentuhnya fundus oleh ujung sendok kuret).
a.       Memasukkan lengkung sendok kuret sesuai engan lengkung cavum uteri kemudian laukan pengerokan dinding uterus bagian depan searah dengan jarum jam, secara sistematis.
b.      Masukkan ujung sendok sesuai dengan cavum lengkung uteri setelah sampai fundus, kemudian putar 180 derajat, lalau bersihkan dinding belakang uterus. Kemudian keluarkan jaringan yang ada.
n)      Kembalikan sendok kuret ke tempat semula, gagang klem ovum dipegang kembali oleh operator.
o)      Ambil kapas (dibasahi larutan antiseptik) dengan cunam tampon, bersihkan darah dan jaringan pada lumen vagina.
p)      Lepaskan jepitan klem ovum pada porsio.
q)      Lepaskan spekulum bawah.
r)       Lepaskan kain penutup perut bawah, alas bokong dan sarung kaki masukkan ke dalam wadah yang berisi larutan klorin 0,5%.
s)       Bersihkan cemaran darah dan cairan tubuh dengan larutan antiseptik.
3.      Dekontaminasi
4.      Cuci Tangan Sebelum Pasca tindakan
5.      Perawatan Pasca tindakan .




  1. E.     PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


1. Test HCG Urine                       Indikator kehamilan                            Positif
2. Ultra Sonografi                        Kondisi janin/cavum ut           terdapat janin/sisa janin
3. Kadar Hematocrit/Ht               Status Hemodinamika             Penurunan (< 35 mg%)
4. Kadar Hemoglobin                  Status Hemodinamika             Penurunan (< 10 mg%)
5. Kadar SDP                               Resiko Infeksi                         Meningkat(>10.000 U/dl)
6. Kultur                                       Kuman spesifik                       Ditemukan kuman




F.     DIAGNOSA  KEPERAWATAN


  1. Devisit Volume Cairan s.d perdarahan
  2. Gangguan Aktivitas s.d kelemahan, penurunan sirkulasi
  3. Gangguan rasa nyaman: Nyeri s.d kerusakan jaringan intrauteri
  4. Resiko tinggi Infeksi s.d perdarahan, kondisi vulva lembab
  5. Cemas s.d kurang pengetahuan



  1. G.    INTERVENSI KEPERAWATAN

  1. Devisit Volume Cairan s.d Perdarahan
Tujuan :
Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara intake dan output baik jumlah maupun kualitas.
Intervensi :
a.       Kaji kondisi status hemodinamika
R : Pengeluaran cairan pervaginal sebagai akibat abortus memiliki karekteristik bervariasi
b.      Ukur pengeluaran harian
R : Jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan harian ditambah dengan jumlah cairan yang hilang pervaginal
c.       Berikan sejumlah cairan pengganti harian
R : Tranfusi mungkin diperlukan pada kondisi perdarahan masif
d.      Evaluasi status hemodinamika
R : Penilaian dapat dilakukan secara harian melalui pemeriksaan fisik

  1. Gangguan Aktivitas s.d kelemahan, penurunan sirkulasi
Tujuan :
Kllien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi
Intervensi :
a.       Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas
R : Mungkin klien tidak mengalami perubahan berarti, tetapi perdarahan masif perlu diwaspadai untuk menccegah kondisi klien lebih buruk
b.      Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi uterus/kandungan
R : Aktivitas merangsang peningkatan vaskularisasi dan pulsasi organ reproduksi
c.       Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari
R : Mengistiratkan klilen secara optimal
d.       Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan/kondisi klien
R : Mengoptimalkan kondisi klien, pada abortus imminens, istirahat mutlak sangat diperlukan
e.       Evaluasi  perkembangan   kemampuan klien melakukan aktivitas
R : Menilai kondisi umum klien

  1. Gangguan rasa nyaman : Nyeri s.d Kerusakan jaringan intrauteri
Tujuan :
Klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami
Intervensi :
a.       Kaji kondisi nyeri yang dialami klien
R : Pengukuran nilai ambang nyeri dapat dilakukan dengan skala maupun dsekripsi.
b.      Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya
R : Meningkatkan koping klien dalam melakukan guidance mengatasi nyeri
c.       Kolaborasi pemberian analgetika
R : Mengurangi onset terjadinya nyeri dapat dilakukan dengan pemberian analgetika oral maupun sistemik dalam spectrum luas/spesifik


  1. Resiko tinggi Infeksi s.d perdarahan, kondisi vulva lembab
Tujuan :
Tidak terjadi infeksi selama perawatan perdarahan
Intervensi :
a.       Kaji kondisi keluaran/dischart yang keluar ; jumlah, warna, dan bau
R : Perubahan yang terjadi pada dishart dikaji setiap saat dischart keluar. Adanya warna yang lebih gelap disertai bau tidak enak mungkin merupakan tanda infeksi
b.      Terangkan pada klien pentingnya perawatan vulva selama masa perdarahan
R : Infeksi dapat timbul akibat kurangnya kebersihan genital yang lebih luar
c.       Lakukan pemeriksaan biakan pada dischart
R : Berbagai kuman dapat teridentifikasi melalui dischart
d.      Lakukan perawatan vulva
R :Inkubasi kuman pada area genital yang relatif cepat dapat menyebabkan infeksi.
e.       Terangkan pada klien cara  mengidentifikasi tanda inveksi
R : Berbagai manivestasi klinik dapat menjadi tanda nonspesifik infeksi; demam dan peningkatan rasa nyeri mungkin merupakan gejala infeksi
f.       Anjurkan pada suami untuk   tidak melakukan hubungan senggama se;ama masa perdarahan
R : Pengertian pada keluarga sangat penting artinya untuk kebaikan ibu; senggama dalam kondisi perdarahan dapat memperburuk kondisi system reproduksi ibu dan sekaligus meningkatkan resiko infeksi pada pasangan.

  1. Cemas s.d kurang pengetahuan
Tujuan :
Tidak terjadi kecemasan, pengetahuan klien dan keluarga terhadap penyakit meningkat
Intervensi :
a.       Kaji tingkat pengetahuan/persepsi  klien dan keluarga terhadap penyakit
R : Ketidaktahuan dapat menjadi dasar peningkatan rasa cemas
b.      Kaji derajat kecemasan yang dialami klien
R : Kecemasan yang tinggi dapat menyebabkan penurunan penialaian objektif klien tentang penyakit
c.       Bantu klien mengidentifikasi penyebab kecemasan
R : Pelibatan klien secara aktif dalam tindakan keperawatan merupakan support yang mungkin berguna bagi klien dan meningkatkan kesadaran diri klien
d.      Asistensi klien menentukan tujuan perawatan bersama
R : Peningkatan nilai objektif terhadap masalah berkontibusi menurunkan kecemasan
e.       Terangkan hal-hal seputar aborsi  yang perlu diketahui oleh klien dan keluarga
R : Konseling bagi klien sangat diperlukan bagi klien untuk meningkatkan pengetahuan dan membangun support system keluarga; untuk mengurangi kecemasan klien dan keluarga.



H.    METODE-METODE ABORSI


1.      Urea
Karena bahaya penggunaan saline, maka suntikan lain yang biasa dipakai adalah hipersomolar urea, walau metode ini kurang efektif dan biasanya harus dibarengi dengan asupan hormon oxytocin atau prostaglandin agar dapat mencapai hasil maksimal. Gagal aborsi atau tidak tuntasnya aborsi sering terjadi dalam menggunakan metode ini, sehingga operasi pengangkatan janin dilakukan. Seperti teknik suntikan aborsi lainnya, efek samping yang sering ditemui adalah pusing-pusing atau muntah-muntah. Masalah umum dalam aborsi pada trimester kedua adalah perlukaan rahim, yang berkisar dari perlukaan kecil hingga perobekan rahim. Antara 1-2% dari pasien pengguna metode ini terkena endometriosis/peradangan dinding rahim.

2.    Prostaglandin
Prostaglandin merupakan hormon yang diproduksi secara alami oleh tubuh dalam proses melahirkan. Injeksi dari konsentrasi buatan hormon ini ke dalam air ketuban memaksa proses kelahiran berlangsung, mengakibatkan janin keluar sebelum waktunya dan tidak mempunyai kemungkinan untuk hidup sama sekali. Sering juga garam atau racun lainnya diinjeksi terlebih dahulu ke cairan ketuban untuk memastikan bahwa janin akan lahir dalam keadaan mati, karena tak jarang terjadi janin lolos dari trauma melahirkan secara paksa ini dan keluar dalam keadaan hidup. Efek samping penggunaan prostaglandin tiruan ini adalah bagian dari ari-ari yang tertinggal karena tidak luruh dengan sempurna, trauma rahim karena dipaksa melahirkan, infeksi, pendarahan, gagal pernafasan, gagal jantung, perobekan rahim.
3.         Partial Birth Abortion
Metode ini sama seperti melahirkan secara normal, karena janin dikeluarkan lewat jalan lahir. Aborsi ini dilakukan pada wanita dengan usia kehamilan 20-32 minggu, mungkin juga lebih tua dari itu. Dengan bantuan alat USG, forsep (tang penjepit) dimasukkan ke dalam rahim, lalu janin ditangkap dengan forsep itu. Tubuh janin ditarik keluar dari jalan lahir (kecuali kepalanya). Pada saat ini, janin masih dalam keadaan hidup. Lalu, gunting dimasukkan ke dalam jalan lahir untuk menusuk kepala bayi itu agar terjadi lubang yang cukup besar. Setelah itu, kateter penyedot dimasukkan untuk menyedot keluar otak bayi. Kepala yang hancur lalu dikeluarkan dari dalam rahim bersamaan dengan tubuh janin yang lebih dahulu ditarik keluar.
4.         Histerotomy
Sejenis dengan metode operasi caesar, metode ini digunakan jika cairan kimia yang digunakan/disuntikkan tidak memberikan hasil memuaskan. Sayatan dibuat di perut dan rahim. Bayi beserta ari-ari serta cairan ketuban dikeluarkan. Terkadang, bayi dikeluarkan dalam keadaan hidup, yang membuat satu pertanyaan bergulir: bagaimana, kapan dan siapa yang membunuh bayi ini? Metode ini memiliki resiko tertinggi untuk kesehatan wanita, karena ada kemungkinan terjadi perobekan rahim.
5.         Metode Penyedotan (Suction Curettage)
Pada 1-3 bulan pertama dalam kehidupan janin, aborsi dilakukan dengan metode penyedotan. Teknik inilah yang paling banyak dilakukan untuk kehamilan usia dini. Mesin penyedot bertenaga kuat dengan ujung tajam dimasukkan ke dalam rahim lewat mulut rahim yang sengaja dimekarkan. Penyedotan ini mengakibatkan tubuh bayi berantakan dan menarik ari-ari (plasenta) dari dinding rahim. Hasil penyedotan berupa darah, cairan ketuban, bagian-bagian plasenta dan tubuh janin terkumpul dalam botol yang dihubungkan dengan alat penyedot ini. Ketelitian dan kehati-hatian dalam menjalani metode ini sangat perlu dijaga guna menghindari robeknya rahim akibat salah sedot yang dapat mengakibatkan pendarahan hebat yang terkadang berakhir pada operasi pengangkatan rahim. Peradangan dapat terjadi dengan mudahnya jika masih ada sisa-sisa plasenta atau bagian dari janin yang tertinggal di dalam rahim. Hal inilah yang paling sering terjadi yang dikenal dengan komplikasi paska-aborsi.
6.         Metode D&C – Dilatasi dan Kerokan
Dalam teknik ini, mulut rahim dibuka atau dimekarkan dengan paksa untuk memasukkan pisau baja yang tajam. Bagian tubuh janin dipotong berkeping-keping dan diangkat, sedangkan plasenta dikerok dari dinding rahim. Darah yang hilang selama dilakukannya metode ini lebih banyak dibandingkan dengan metode penyedotan. Begitu juga dengan perobekan rahim dan radang paling sering terjadi. Metode ini tidak sama dengan metode D&C yang dilakukan pada wanita-wanita dengan keluhan penyakit rahim (seperti pendarahan rahim, tidak terjadinya menstruasi, dsb). Komplikasi yang sering terjadi antara lain robeknya dinding rahim yang dapat menjurus hingga ke kandung kencing.
7.         Pil RU 486
Masyarakat menamakannya “Pil Aborsi Perancis”. Teknik ini menggunakan 2 hormon sintetik yaitu mifepristone dan misoprostol untuk secara kimiawi menginduksi kehamilan usia 5-9 minggu. Di Amerika Serikat, prosedur ini dijalani dengan pengawasan ketat dari klinik aborsi yang mengharuskan kunjungan sedikitnya 3 kali ke klinik tersebut. Pada kunjungan pertama, wanita hamil tersebut diperiksa dengan seksama. Jika tidak ditemukan kontra-indikasi (seperti perokok berat, penyakit asma, darah tinggi, kegemukan, dll) yang malah dapat mengakibatkan kematian pada wanita hamil itu, maka ia diberikan pil RU 486.
Kerja RU 486 adalah untuk memblokir hormon progesteron yang berfungsi vital untuk menjaga jalur nutrisi ke plasenta tetap lancar. Karena pemblokiran ini, maka janin tidak mendapatkan makanannya lagi dan menjadi kelaparan. Pada kunjungan kedua, yaitu 36-48 jam setelah kunjungan pertama, wanita hamil ini diberikan suntikan hormon prostaglandin, biasanya misoprostol, yang mengakibatkan terjadinya kontraksi rahim dan membuat janin terlepas dari rahim. Kebanyakan wanita mengeluarkan isi rahimnya itu dalam 4 jam saat menunggu di klinik, tetapi 30% dari mereka mengalami hal ini di rumah, di tempat kerja, di kendaraan umum, atau di tempat-tempat lainnya, ada juga yang perlu menunggu hingga 5 hari kemudian. Kunjungan ketiga dilakukan kira-kira 2 minggu setelah pengguguran kandungan, untuk mengetahui apakah aborsi telah berlangsung. Jika belum, maka operasi perlu dilakukan (5-10 persen dari seluruh kasus). Ada beberapa kasus serius dari penggunaan RU 486, seperti aborsi yang tidak terjadi hingga 44 hari kemudian, pendarahan hebat, pusing-pusing, muntah-muntah, rasa sakit hingga kematian. Sedikitnya seorang wanita Perancis meninggal sedangkan beberapa lainnya mengalami serangan jantung.
8.         Suntikan Methotrexate (MTX)
Prosedur dengan MTX sama dengan RU 486, hanya saja obat ini disuntikkan ke dalam badan. MTX pada mulanya digunakan untuk menekan pertumbuhan pesat sel-sel, seperti pada kasus kanker, dengan menetralisir asam folat yang berguna untuk pemecahan sel. MTX ternyata juga menekan pertumbuhan pesat trophoblastoid – selaput yang menyelubungi embrio yang juga merupakan cikal bakal plasenta. Trophoblastoid tidak saja berfungsi sebagai ’sistim penyanggah hidup’ untuk janin yang sedang berkembang, mengambil oksigen dan nutrisi dari darah calon ibu serta membuang karbondioksida dan produk-produk buangan lainnya, tetapi juga memproduksi hormon hCG (human chorionic gonadotropin), yang memberikan tanda pada corpus luteum untuk terus memproduksi hormon progesteron yang berguna untuk mencegah gagal rahim dan keguguran.
MTX menghancurkan integrasi dari lingkungan yang menopang, melindungi dan menyuburkan pertumbuhan janin, dan karena kekurangan nutrisi, maka janin menjadi mati. 3-7 hari kemudian, tablet misoprostol dimasukkan ke dalam kelamin wanita hamil itu untuk memicu terlepasnya janin dari rahim. Terkadang, hal ini terjadi beberapa jam setelah masuknya misoprostol, tetapi sering juga terjadi perlunya penambahan dosis misoprostol. Hal ini membuat cara aborsi dengan menggunakan suntikan MTX dapat berlangsung berminggu-minggu. Si wanita hamil itu akan mendapatkan pendarahan selama berminggu-minggu (42 hari dalam sebuah studi kasus), bahkan terjadi pendarahan hebat. Sedangkan janin dapat gugur kapan saja – di rumah, di dalam bis umum, di tempat kerja, di supermarket, dsb. Wanita yang kedapatan masih mengandung pada kunjungan ke klinik aborsi selanjutnya, mau tak mau harus menjalani operasi untuk mengeluarkan janin itu. Bahkan dokter-dokter yang bekerja di klinik aborsi seringkali enggan untuk memberikan suntikan MTX karena MTX sebenarnya adalah racun dan efek samping yang terjadi terkadang tak dapat diprediksi.
Efek samping yang tercatat dalam studi kasus adalah sakit kepala, rasa sakit, diare, penglihatan yang menjadi kabur, dan yang lebih serius adalah depresi sumsum tulang belakang, kekuragan darah, kerusakan fungsi hati, dan sakit paru-paru. Dalam bungkus MTX, pabrik pembuat menuliskan peringatan keras bahwa MTX memang berguna untuk pengobatan kanker, beberapa kasus artritis dan psoriasis, “kematian pernah dilaporkan pada orang yang menggunakan MTX”, dan pabrik itu menyarankan agar hanya para dokter yang berpengalaman dan memiliki pengetahuan tentang terapi antimetabolik saja yang boleh menggunakan MTX. Meski para dokter aborsi yang menggunakan MTX menepis efek-efek samping MTX dan mengatakan MTX dosis rendah baik untuk digunakan dalam proses aborsi, dokter-dokter aborsi lainnya tidak setuju, karena pada paket injeksi yang digunakan untuk aborsi juga tertera peringatan bahaya racun walau MTX digunakan dalam dosis rendah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar